PENGETAHUAN
Yuk belajar bareng, mohon kritik dan sarannya, karena maih belajar
Tampilkan postingan dengan label
YANG BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN
.
Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label
YANG BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN
.
Tampilkan semua postingan
Kamis, 05 Juli 2012
HADITS TENTANG ORANG YANG TERBAIK ADALAH YANG BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN
خَيْرُ
النَّاسِ
أَنْفَعُهُمْ
لِلنَّاسِ
Artinya: “ Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain
A.
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia yang Allah SWT ciptakan diantara seluruh makhluk lain di dunia ini, demikian Allah SWT tegaskan dalam QS Al-Israa ayat 70; “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkat mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”Kemuliaan yang Allah berikan disertai dengan segala potensi manusia, baik akal, alat indera, fisik, hati, dan sebagainya. Potensi-potensi tersebut harus diaktualisasikan selain sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya juga sebagai bentuk ekspresi syukur kepada sang Khaliq. Diantara sekian banyak umat manusia, mereka ada yang bersyukur (orang beriman) dan ada yang kufur (musyrik). Orang yang bersyukur inilah yang sesuai dengan harapan Allah untuk senantiasa beribadah kepada-Nya sebagaimana Allah nyatakan dalam QS.Al-Dzariyat ayat56: “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepadaku.”Menjadi seorang mu’min tentulah harus menjadi seorang yang terbaik di antara mu’min yang lainnya. Predikat ini lah yang Rasulullah SAW harapkan agar menjadi mu’min yang berkualitas. Dalam beberapa haditsnya, Rasul SAW telah memberikan kriteria mu’min yang terbaik . Saking banyaknya kriteria tersebut, sampai ada seorang Ulama yang menulis sebuah kitab berjudul Khairunnas (manusia yang terbaik). Dalam tulisan ini akan dicoba diulas mengenai tiga kriteria manusia terbaik yang didasarkan pada hadits Rasulullah SAW.Pertama: khairukum man ta’allamal Qur’aan wa ‘Allamahu (orang yang terbaik dii antara kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya (pada orang lain).
Kedua :
manyuridillaahu khairan yufaqqihhu fid diin
(siapa orang yang Allah kehendaki menjadi orang terbaik, Dia akan memahamkannya dalam urusan agama).
Ketiga:
khairunnaas anfa’uhum linnaas
(sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat untuk manusia yang lainnya). Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain merupakan perkara yang sangat dianjurkan oleh agama. Hal ini menjadi indikator berfungsinya nilai kemanusiaan yang sebenarnya. Eksistensi manusia sebenarnya ditentukan oleh kemanfataannya pada yang lain. Adakah dia berguna bagi orang lain, atau malah sebaliknya menjadi parasit buat yang lainnya.
Tentu saja manfaat dalam hadits ini sangat luas. Manfaat yang dimaksud bukan sekedar manfaat materi, yang biasanya diwujudkan dalam bentuk pemberian harta atau kekayaan dengan jumlah tertentu kepada orang lain. Manfaat yang bisa diberikan kepada orang lain bisa berupa :
1. Ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum/dunia;
Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan ilmu yang dimilikinya. Baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Bahkan, seseorang yang memiliki ilmu agama kemudian diajarkannya kepada orang lain dan membawa kemanfaatan bagi orang tersebut dengan datangnya hidayah kepada-Nya, maka ini adalah keberuntungan yang sangat besar; lebih besar dari unta merah yang menjadi simbol kekayaan orang Arab.
"Demi Allah, jika Allah memberi hidayah kepada satu orang melalui dirimu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah" [HR. Bukhari]
Ilmu umum yang diajarkan kepada orang lain juga merupakan bentuk kemanfaatan tersendiri. Terlebih jika dengan ilmu itu orang lain mendapatkan life skill (keterampilan hidup), lalu dengan life skill itu ia mendapatkan nafkah untuk sarana ibadah dan menafkahi keluarganya, lalu nafkah itu juga anaknya bisa sekolah, dari sekolahnya si anak bisa bekerja, menghidupi keluarganya, dan seterusnya, maka ilmu itu menjadi pahala jariyah baginya.
"Jika seseorang meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; shadaqah jariyah, ilmu
yang manfaat, dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya" [HR. Muslim]
Ilmu yang bermanfaat dalam hadits di atas bukan sekedar ilmu agama, tetapi juga bisa ilmu umum seperti contoh di atas.
2. Materi (Harta/Kekayaan)
Manusia juga bisa memberikan manfaat kepada sesamanya dengan harta/kekayaan yang ia punya. Bentuknya bisa bermacam-macam. Secara umum mengeluarkan harta di jalan Allah itu disebut infaq. Infaq yang wajib adalah zakat. Dan yang sunnah biasa disebut shodaqah. Memberikan kemanfaatan harta juga bisa dengan pemberian hadiah kepada orang lain. Tentu, yang nilai kemanfaatannya lebih besar adalah yang pemberian kepada orang yang paling membutuhkan. "Setiap mukmin wajib bershodaqah" [HR. Bukhari]
3. Tenaga/Keahlian
Bentuk kemanfaatan berikutnya adalah tenaga. Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan tenaga yang ia miliki. Misalnya jika ada perbaikan jalan kampung, kita bias memberikan kemanfaatan dengan ikut bergotong royong. Ketika ada pembangunan masjid kita bias membantu dengan tenaga kita juga. Saat ada tetangga yang kesulitan dengan masalah kelistrikan sementara kita memiliki keahlian dalam hal itu, kita juga bisa membantunya dan memberikan kemanfaatan dengan keahlian kita.
4. Waktu/perhatian
Adakalanya kemanfaatan yang diperlukan seseorang bukan lagi masalah harta atau keahlian tertentu, tetapi ia butuh teman atau orang yang mau memperhatikannya. Ini bisa terjadi pada orang tua (kakek/nenek) yang tidak memiliki famili. Meskipun ia kaya raya dan secara materi tercukupi tetapi ia membutuhkan perhatian orang lain. Bisa juga seorang sahabat yang sedang ditimpa musibah, sering kali ia membutuhkan perhatian dan waktu kita lebih dari materi apapun.
5. Sikap yang baik
Sikap yang baik kepada sesama juga termasuk kemanfaatan. Baik kemanfaatan itu terasa langsung ataupun tidak langsung. Maka Rasulullah SAW memasukkan senyum kepada orang lain sebagai shadaqah karena mengandung unsur kemanfaatan. Dengan senyum dan sikap baik kita, kita telah mendukung terciptanya lingkungan yang baik dan kondusif. Kita juga telah memperkuat jiwa orang lain; baik disadari atau tidak. Maka hadits pada poin 2 di atas ada kelanjutannya sebagai berikut :
Semakin banyak seseorang memberikan kelima hal di atas kepada orang lain -tentunya orang yang tepat- maka semakin tinggi tingkat kemanfaatannya bagi orang lain. Semakin tinggi kemanfaatan seseorang kepada orang lain, maka ia semakin tinggi posisinya sebagai manusia menuju "manusia terbaik".
Selain disebutkan Rasulullah sebagai manusia terbaik, orang yang bermanfaat bagi orang lain juga disebutkan dalam hadits sebagai orang yang dicintai oleh Allah. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahman Asy-Syafii, berkata kepada kami Al-Qasim bin Hasyim As-Samsar, ia berkata : telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Qais Adl-Dlibbi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sukain bin Siraj, berkata kepada kami Amr bin Dinar, dari Ibnu Umar bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, maka ia bertanya: "Ya
Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai Allah? Dan apakah amal yang paling dicintai Allah azza wa jalla?" Rasulullah SAW bersabda : "Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain..." [HR. Thabrani dalam Mu'jam Al-Kabir li Ath-Thabrani juz 11 hlm.84]
Pada hadits di atas ada perawi Sukain bin Siraj. Al-Haitsami menilainya sebagai perawi dhaif, Ibnu Hibban juga menilai Sukain bin Siraj dhaif, bahkan Imam Bukhari menilai sebagai mukarul hadits. Meskipun hadits ini dhaif, tetapi ia ada dalam banyak riwayat. Sehingga bisa dijadikan
penguat/pendukung bagi hadits hasan yang kita bahas di atas. Hadits lain yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
Dari Ibnu Umar ia berkata : Seseorang bertanya : "Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?" Rasulullah menjawab: "Yang paling bermanfaat bagi sesama manusia" [Jamii'ul ahaadits juz 36 hlm.422]
"Orang yang paling dicintai Allah Azza wa Jalla adalah yang paling bermanfaat bagi sesama
manusia" [Majmu'ad Az-Zawaaid wa Manii'u Al-Fawaaid juz 8 hlm.121]
Pokok-pokok Kandungan Hadits
1. Orang yang terbaik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain
2. Orang yang bermanfaat bagi orang lain termasuk golongan orang yang dicintai Allah SWT
3. Manusia hendaklah memberikan kemanfaatan kepada sesamanya baik berupa ilmu, materi/harta,
4. tenaga/keahlian, waktu/perhatian, dan sikap yang baik.
B.
STUDI KASUS
Dari hadist
خَيْرُ
النَّاسِ
أَنْفَعُهُمْ
لِلنَّاسِ
disini kita dapat mengambil studi kasus tentang Khalid -ibn al-Walid
A.
Masa Kanak-Kanak
Khalid ibn al-Walid (584 - 642), atau sering disingkat Khalid bin Walid, adalah seorang panglima perang yang termahsyur dan ditakuti di medan perang serta dijuluki sebagai "pedang Allah yang terhunus". Dia adalah salah satu dari panglima-panglima perang penting yang tidak terkalahkan sepanjang karirnya.
Khalid dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Banu Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Walid dan ibunya Lababah. Khalid termasuk diantara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya.
Tidak banyak yang dapat diketahui mengenai Khalid bin Walid pada masa kanak-kanaknya. Tetapi satu hal yang pasti, ayah Khalid orang berada. Dia mempunyai kebun buah-buahan yang membentang dari kota Mekah sampai ke Taif. Kekayaan ayahnya ini membuat Khalid bebas dari kewajiban-kewajibannya. Dia lebih leluasa dan tidak usah belajar berdagang. Dia tidak usah bekerja untuk menambah pencaharian orang tuanya. Kehidupan tanpa suatu ikatan memberi kesempatan kepada Khalid mengikuti kegemarannya. Kegemarannya ialah adu tinju dan berkelahi.Saat itu pekerjaan dalam seni peperangan dianggap sebagai tanda seorang Satria. Panglima perang berarti pemimpin besar. Kepahlawanan adalah satu hal terhormat di mata rakyat. Ayah Khalid dan beberapa orang pamannya adalah orang-orang yang terpandang dimata rakyat. Hal ini memberikan dorongan keras kepada Khalid untuk mendapatkan kedudukan terhormat, seperti ayah dan paman-pamanya. Satu-satunya permintaan Khalid ialah agar menjadi orang yang dapat mengatasi teman-temannya didalam hal adu tenaga. Sebab itulah dia menceburkan dirinya kedalam seni peperangan dan seni bela diri. Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya kedalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang.Pandangan yang ditunjukkannya mengenai taktik perang menakjubkan setiap orang. Dengan gamblang orang dapat melihat, bahwa dia akan menjadi ahli dalam seni kemiliteran.Dari masa kanak-kanaknya dia memberikan harapan untuk menjadi ahli militer yang luar biasa.
B.
Pemuda Penentang Islam
Pada waktu itu orang-orang Quraisy sedang memusuhi Islam. Mereka sangat anti dan memusuhi agama Islam dan penganut-penganut Islam. Kepercayaan baru itu menjadi bahaya bagi kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy sangat mencintai adat kebiasaannya. Sebab itu mereka mengangkat senjata untuk menggempur orang-orang Islam. Tunas Islam harus dihancurkan sebelum tumbuh berurat ber-berakar. Khalid sebagai pemuda Quraisy yang berani dan bersemangat berdiri digaris paling depan dalam penggempuran terhadap kepercayaan baru ini. Hal ini sudah wajar dan seirama dengan kehendak alam. Sejak kecil Khalid bertekad menjadi pahlawan Quraisy. Kesempatan ini diperolehnya dalam pertentangan-pertentangan dengan orang-orang Islam. Untuk membuktikan bakat dan kecakapannya ini, dia harus menonjolkan dirinya dalam segala pertempuran. Dia harus memperlihatkan kepada sukunya kualitasnya sebagai pejuang.
C.
Peristiwa Perang Uhud
Kekalahan kaum Quraisy didalam perang Badar membuat mereka jadi kegila-gilaan, karena penyesalan dan panas hati. Mereka merasa terhina. Rasa sombong dan kebanggaan mereka sebagai suku Quraisy telah meluncur masuk lumpur kehinaan Arang telah tercoreng dimuka orang-orang Quraisy. Mereka seolah-olah tidak bisa lagi mengangkat dirinya dari lumpur kehinaan ini. Dengan segera mereka membuat persiapan-persiapan untuk membalas pengalaman pahit yang terjadi di Badar.Sebagai pemuda Quraisy, Khalid bin Walid pun ikut merasakan pahit getirnya kekalahan itu. Sebab itu dia ingin membalas dendam sukunya dalam peperangan Uhud. Khalid dengan pasukannya bergerak ke Uhud dengan satu tekad menang atau mati. Orang-orang Islam dalam pertempuran Uhud ini mengambil posisi dengan membelakangi bukit Uhud.Sungguhpun kedudukan pertahanan baik, masih terdapat suatu kekhawatiran. Dibukit Uhud masih ada suatu tanah genting, dimana tentara Quraisy dapat menyerbu masuk pertahanan Islam. Untuk menjaga tanah genting ini, Nabi menempatkan 50 orang pemanah terbaik. Nabi memerintahkan kepada mereka agar bertahan mati-matian. Dalam keadaan bagaimana jua pun jangan sampai meninggalkan pos masing-masing.Khalid bin Walid memimpin sayap kanan tentara Quraisy empat kali lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam. Tetapi mereka jadi ragu-ragu mengingat kekalahant-kekalahan yang telah mereka alami di Badar. Karena kekalahan ini hati mereka menjadi kecil menghadapi keberanian orang-orang Islam. Sungguh pun begitu pasukan-pasukan Quraisy memulai pertempuran dengan baik. Tetapi setelah orang-orang Islam mulai mendobrak pertahanan mereka, mereka telah gagal untuk mempertahankan tanah yang mereka injak. Kekuatannya menjadi terpecah-pecah. Mereka lari cerai-berai. Peristiwa Badar berulang kembali di Uhud. Saat-saat kritis sedang mengancam orang-orang Quraisy. Tetapi Khalid bin Walid tidak goncang dan sarafnya tetap membaja. Dia mengumpulkan kembali anak buahnya dan mencari kesempatan baik guna melakukan pukulan yang menentukan.Melihat orang-orang Quraisy cerai-berai, pemanah-pemanah yang bertugas ditanah genting tidak tahan hati. Pasukan Islam tertarik oleh harta perang, harta yang ada pada mayat-mayat orang-orang Quraisy. Tanpa pikir panjang akan akibatnya, sebagian besar pemanah-pemanah, penjaga tanah genting meninggalkan posnya dan menyerbu kelapangan.Pertahanan tanah genting menjadi kosong. Khalid bin Walid dengan segera melihat kesempatan baik ini. Dia menyerbu ketanah genting dan mendesak masuk. Beberapa orang pemanah yang masih tinggal dikeroyok bersama-sama. Tanah genting dikuasai oleh pasukan Khalid dan mereka menjadi leluasa untuk menggempur pasukan Islam dari belakang. Dengan kecepatan yang tak ada taranya Khalid masuk dari garis belakang dan menggempur orang Islam dipusat pertahanannya. Melihat Khalid telah masuk melalui tanah genting, orang-orang Quraisy yang telah lari cerai-berai berkumpul kembali dan mengikuti jejak Khalid menyerbu dari belakang. Pemenang-pemenang antara beberapa menit yang lalu, sekarang telah terkepung lagi dari segenap penjuru, dan situasi mereka menjadi gawat. Khalid bin Walid telah merobah kemenangan orang Islam di Uhud menjadi suatu kehancuran. Mestinya orang-orang Quraisylah yang kalah dan cerai-berai. Tetapi karena gemilangnya Khalid sebagai ahli siasat perang, kekalahan-kekalahan telah disunglapnya menjadi satu kemenangan. Dia menemukan lobang-lobang kelemahan pertahanan orang Islam. Hanya pahlawan Khalidlah yang dapat mencari saat-saat kelemahan lawannya. Dan dia pula yang sanggup menarik kembali tentara yang telah cerai-berai dan memaksanya untuk bertempur lagi. Seni perangnya yang luar biasa inilah yang mengungkap kekalahan Uhud menjadi suatu kemenangan bagi orang Quraisy.
D.
Pedang Allah Yang Terhunus
Setelah perang Uhud, Khalid mulai masuk Islam. Rasulullah sangat bahagia melihatnya, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan menunjukan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Khalid diamanahkan unruk memperluas wilayah Islam dan membuat kalang kabut pasukan Romawi dan Persia. Pada tahun 636, pasukan Arab yang dipimpin Khalid berhasil menguasai Suriah dan Palestina dalam Pertempuran Yarmuk, menandai dimulainya penyebaran Islam yang cepat di luar Arab.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, Khalid diberhentikan tugasnya dari medan perang dan diberi tugas untuk menjadi duta besar. Hal ini dilakukan oleh Usman agar Khalid tidak terlalu didewakan oleh kaum Muslimin pada masa itu.
E.
Pejuang Yang Meninggal Di Atas Ranjang
Betapapun hebatnya Khalid bin Walid di dalam medan pertempuran, dengan berbagai luka yang menyayat badannya, namun ternyata kematianya diatas ranjang. Betapa menyesalnya Khalid harapan untuk mati sahid dimedan perang ternyata tidak tercapai dan Allah menghendakinya mati di atas tempat tidur, sesudah perjuangan membela Islam yang luar biasa itu. Demikianlah kekuasaan Allah. Manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya sesuai dengan kemauan-Nya.
F.
Kesimpulan
Khalid bin Walid merupakan sahabat Rasulullah yang pantas diteladani, walaupun pada awalnya penentang Islam yang paling keras tetapi setelah mendapat hidayah, beliau jadi pembela Islam yang paling depan. Banyak hikmah yang baik yang dapat diambil dari kisah hidup beliau di atas. Dari kegigihannya dalam berjuang, keikhlasan dalam mewakafkan diri demi tegaknya Islam, kesabaran dalam menghadapi berbagai pertempuran,dll. Hal-hal tersebutlah yang seharusnya dimiliki oleh setiap para pemuda Islam masa kini untuk mengembalikan kejayaan Islam di masa lalu. Wallahu a’lam bishawab
.
C.
AYAT DAN HADITS YANG RELEVAN BESERTA TERJEMAHANNYA
“
أحب
الناس
إلى
الله
أنفعهم
للناس
”
“Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat”
Kita melihat banyak sekali kelebihan dan daya yang terpendam di dalam jiwa seseorang dan kita merasakan sumber-sumber kebaikan yang tersimpan dalam diri pemiliknya. Akan tetapi hal itu tidak menular kepada orang lain, tidak memberikan manfaat dan tidak pula menyumbangkan faedah. Bagaimana gambaran yang menyakitkan ketika engkau melihat seorang faqih (ahli fikih) berteman orang jahil yang tidak mengambil faedah apapun dari fikihnya, seorang qari (ahli baca al-Qur`an) yang ditemani orang yang ummi (tidak boleh baca tulis) yang tidak berguna baginya keindahan bacaannya, dan seorang
‘abid
(ahli ibadah) yang berada di samping seorang yang fasik yang tidak menular sedikitpun dari keshalehannya. Dakwah itu sendiri merupakan manfaat yang bersifat umum, maka ketika Abu Dzarr masuk Islam, pembicaraan Rasulullah SAW bersamanya adalah sabda beliau kepadanya:
فَهَلْ
أَنْتَ
مُبَلِّغٌ
عَنِّي
قَوْمَكَ
,
لَعَلَّ
اللهَ
عَزَّ
وَجَلَّ
أَنْ
يَنْفَعَهُمْ
بِكَ
وَيُأْجُرَكَ
فِيْهِمْ
“
Apakah engkau bisa menyampaikan kepada kaum engkau tentang dakwahku, semoga Allah memberi manfaat kepada mereka dengan (dakwah) engkau, dan memberi pahala kepadamu pada mereka
.”[1]
Tarbiyah pertama pembicaraan setelah beliau masuk Islam adalah tarbiyah berdakwah dan berusaha menyalurkan manfaatnya kepada orang lain.
Bapa saudara Jabir bin Abdullah meruqyah dari sengatan kalajengking, maka ia berkata,’Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau melarang dari ruqyah dan sesungguhnya aku meruqyah dari sengatan kalajengking.’ Seolah-olah dia minta izin dalam hal itu. Maka Rasulullah SAW bersabda:
مَنِ
اسْتَطَاعَ
أَنْ
يَنْفَعَ
أَخَاهُ
فَلْيَفْعَلْ
“
Barangsiapa yang boleh memberi manfaat kepada saudaranya, maka hendaklah ia melakukannya
.’ [2]
Dan terkadang engkau menemukan sebagian orang yang enggan melakukan sesuatu yang tidak membahayakannya, padahal berguna bagi orang lain, karena hanya mengurus kepentingan pribadinya. Ini bukanlah sifat seorang muslim. Karena alasan itulah, Umar bin Kaththab ra mencela Muhammad bin Maslamah ra ketika ia menghalangi adh-Dhahhak ra bin Khalifah menggali saluran air yang mengalir ke tanahnya yang melalui tanah Muhammad bin Maslamah t, maka Umar berkata: ‘Kenapa engkau menghalangi sesuatu yang berguna untuk saudaramu, dan ia menjadi manfaat untukmu, engkau menyiram dengannya yang pertama dan terakhir, dan ia tidak membahayakanmu…demi Allah, ia pasti melaluinya sekalipun di atas perutmu.’[3]
Seorang muslim pada dasarnya selalu berusaha memberikan bantuan kepada yang memerlukannya, memberi nasehat kepada yang tidak mengetahuinya, memberi manfaat kepada yang berhak menerimanya berdasarkan motivasi dan keinginan dari dirinya. Rasul kita Muhammad SAW mengatakan kepada bapa saudaranya Abbas bin Abdul Muththalib, ’Wahai pakcikku, bukankah aku mencintaimu? Bukankah aku memberikan manfaat kepadamu? Bukankah aku menyambung silaturrahim kepadamu?[4] Dan di antara wasiat Rasulullah saw kepada Abu Barzah ketika ia berkata kepada beliau: Wahai Rasululah, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dengannya Allah memberi manfaat kepadaku.’ Beliau bersabda:
اُنْظُرْ
ماَيُؤْذِي
النَّاسَ
فَاعْتَزِلْهُمْ
عَنْ
طَرِيْقِهِمْ
‘
Lihatlah sesuatu yang menyakiti manusia, maka singkirkanlah dari jalan mereka
.’[5]
Bantuan seperti ini menambah sifat tawadhu’ dan menanamkan makna-makna kebaikan di dalam jiwa seorang da’i, serta menjadikan masyarakat di sekitarnya melihat semangat bekerja padanya dalam segala hal yang memberi manfaat atau menolak bahaya dari mereka.
Dan apabila seorang mukmin mengingat nikmat Allah kepadanya dengan memberi hidayah, merasakan manisnya iman dan kenikmatan taat, maka ia tidak akan kedekut dengan kata-kata yang baik (memberi nasehat dan dakwah), untuk menyelamatkan manusia yang masih belum merasakan seperti yang telah dia rasakan dan terhijab dari apa yang telah dia kenal. Karena itulah, Nabi SAW memberi perumpamaan dengan bumi yang subur, yang menerima hujan lalu menumbuhkan tanaman, maka beliau bersabda:
وَذلِكَ
مَثَلُ
مَنْ
فَقُهَ
فِى
دِيْنِ
اللهِ
عز
وجل
وَنَفَعَهُ
اللهُ
عز
وجل
بِمَا
بَعَثَنِي
اللهُ
بِهِ
وَنَفَعَ
بِهِ
فَعَلِمَ
وَعَلَّمَ
…
“
Maka itulah perumpamaan orang paham terhadap agama Allah, dan Allah memberi manfaat kepadanya dengan ajaran yang Dia I mengutusku dengannya, mengambil manfaat dengannya, mengetahui dan mengajarkan (kepada orang lain)…”[6]
Seorang dai yang bersemangat adalah bumi subur yang menyerap kebaikan dan menyumbangkannya.
Dan Rasulullah tidak membiarkan kesempatan duduknya seorang anak laki-laki di belakangnya –seperti Ibnu Abbad tanpa memberikan manfaat kepadanya yang merupakan
tarbiyah
baginya dan mengisi waktu perjalanan, beliau bersabda kepadanya:
أَلاَ
أُعَلِّمُكَ
كَلِمَاتٍ
يَنْفَعُكَ
اللهُ
بِهِنَّ
…
احْفَظِ
اللهَ
يَحْفَظْكَ
…
“
Wahai anakku, aku mengajarkan kepadamu beberapa kalimat (pesan) yang Allah I memberi manfaat kepadamu dengannya: Jagalah Allah I niscaya Dia I menjagamu
…”[7]
Para sahabat juga mengikuti akhlak yang mulia ini, Abu Hurairah berkata kepada Anas bin Hakim, ‘Wahai anak muda, mahukah engkau kuceritakan kepadamu satu hadits, semoga Allah memberi manfaat kepadamu dengannya?…
sesungguhnya yang pertama-tama manusia dihisab pada hari kiamat dari amal perbuatan mereka adalah shalat
…”[8]
Memberikan manfaat kepada kaum kerabat lebih wajib dan lebih banyak pahalanya. Abu Qilabah berkata:
‘Laki-laki manakah yang lebih besar pahalanya daripada seseorang yang memberi nafkah keluarganya yang kecil, membuat mereka bersikap ‘iffah atau Allah memberi manfaat kepada mereka dengannya, Allah menolong mereka dengan (perantaraan)nya dan Dia mencukupkan mereka
.”[9]. Perhatian kepada kawan dan kerabat seperti ini menarik hati mereka dan menyambung tali silaturrahim, simbol keakraban, tanda cinta, bukti kasih sayang, terutama saat adanya anak-anak kecil dalam keluarga mereka, yang kehilangan perhatian, kasih sayang dan kebutuhan manusia yang terpenting.
Sesungguhnya pintu-pintu manfaat sangat banyak, Rasulullah SAW menggabungkannya dengan sabdanya:
عَلَى
كُلِّ
مُسْلِمٍ
صَدَقَةٌ
“Setiap muslim harus bersedekah…”
Dan beliau SAW membuat beberapa contoh menurut kadar kemampuan seseorang:
فَيَنْفَعُ
نَفْسَهُ
وَيَتَصَدَّقُ
…
فَيُعِيْنُ
ذَا
الْحَاجَةِ
الْمَلْهُوْفِ
‘
Maka ia bekerja dengan kedua belah tangannya, memberi manfaat kepada dirinya dan bersedekah…menolong orang yang sangat memerlukan
…”
dan jika seorang mukmin tidak melakukan sedikitpun dari hal itu:
فَلْيُمْسِكْ
عَنِ
الشَّرِّ
فَإِنَّهُ
لَهُ
صَدَقَةٌ
‘Maka hendaklah ia menahan diri dari berbuat kejahatan, maka hal itu menjadi sedekah baginya.”[10]
Ini adalah tingkatan memberi manfaat yang terendah, yang tidak pantas bagi seorang muslim lebih rendah darinya dan tidak wajar seorang da’i berada pada tingkatan itu.
Dan jihad adalah tingkatan memberi manfaat yang tertinggi dan ‘uzlah adalah yang paling rendah: seorang arab badawi bertanya: ‘Wahai Rasulullah, manusia apakah yang terbaik? Beliau menjawab:
رَجُلٌ
جَاهَدَ
بِنَفْسِهِ
وَمَالِهِ
وَرَجُلٌ
فِى
شِعْبٍ
مِنَ
الشِّعَابِ
يَعْبُدُ
رَبَّهُ
وَيَدَعُ
النَّاسَ
مِنْ
شَرِّهِ
‘
Seseorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya dan seseorang yang tinggal di salah satu lembah, menyembah Rabb-nya, dan meninggalkan manusia dari kejahatannya
.”[11]
Dan orang yang berjihad, ia memberikan manfaat kepada manusia dengan pengorbanan jiwa dan hartanya, untuk menjaga mereka dan menakuti musuh mereka. Ini adalah kebaikan terbesar, dan manusia berbeza-beza dalam kebaikan di antara kedudukan pejuang (mujahid) dan orang yang ber’uzlah, yang menahan dirinya dari berbuat jahat kepada orang lain.
Di antara gambaran amaliyah untuk menciptakan manfaat bahwa engkau tidak membiarkan tanah yang engkau miliki menganggur, tanpa diurus atau ditanam, padahal engkau mempunyai saudara yang menganggur, yang mampu mengurus tanah itu dan mengambil manfaat dengannya. Dalam hal itu, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ
كَانَ
لَهُ
أَرْضٌ
فَلْيَزْرَعْهَا
فَإِنْ
لَمْ
يَزْرَعْهَا
فَلْيُزْرِعْهَا
أَخَاهُ
“
Barangsiapa yang mempunyai tanah, hendaklah ia menanaminya. Apabila ia tidak dapat menanaminya, maka hendaklah ia meminta saudaranya untuk menanaminya
.”[12]
Sangat banyak di kalangan kaum muslim yang mempunyai kemampun yang menganggur, kekayaan yang terpendam, dan energi yang terbuang percuma, dan kita tidak berfikir untuk memanfaatkannya, yang manfaatnya kembali kepada kaum muslimin. Apakah engkau memberikan sumbangan dengan ilmu pengetahuanmu, bersedekah dengan keringatmu, membantu dengan usahamu, agar engkau selalu termasuk dari orang yang dijadikan Allah sebagai kunci kebaikan, penutup keburukan, dan saat itulah kabar gembira untukmu adalah surga.
Dan Nabi SAW menjadikan seorang mukmin sebagai perumpamaan selalu memberi manfaat dengan pohon kurma karena selalu hijau dan boleh memberikan manfaat dengan semua yang ada padanya, beliau bersabda:
إِنِّي
َلأَعْلَمُ
شَجَرَةً
يُنْتَفَعُ
بِهَا
مِثْلُ
الْمُؤْمِنِ
“
Sesungguhnya aku mengetahui pohon yang diambil manfaat dengannya seperti seorang mukmin
.’[13]
Dan seorang mukmin berusaha memberikan manfaat untuk manusia karena Allah , mengharap ridha-Nya, dan tidak dikuasai oleh perasaan peribadi atau posisi yang berbeza. Rabb mencela Abu Bakr saat ia bersumpah tidak akan memberi nafkah kepada Misthah bin Utsatsah karena ikut serta dalam peristiwa ifki (berita bohong). Maka tatkala turun firman Allah :
وَلاَيَأْتَلِ
أُولُوا
الْفَضْلِ
مِنكُمْ
وَالسَّعَةِ
أَن
يُؤْتُوا
أُوْلِى
الْقُرْبَى
وَالْمَسَاكِينَ
وَالْمُهَاجِرِينَ
فِي
سَبِيلِ
اللهِ
وَلْيَعْفُوا
وَلْيَصْفَحُوا
أَلاَتُحِبُّونَ
أَن
يَغْفِرَ
اللهُ
لَكُمْ
وَاللهُ
غَفُورٌ
رَّحِيمٌ
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada.Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu ?Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. an-Nur:22)
Abu Bakar berkata: bahkan, demi Allah, sesungguhnya kami ingin agar Dia mengampuni kami. dan iapun memberikan manfaat kepada Misthah.
Apakah engkau ingin agar Allah mengampunimu, maka marilah terus menambah dalam berdakwah, memberi nasehat, faedah dan manfaat, memanfaatkan waktu dan kemampuan… maka sesungguhnya ia seperti yang disabdakan oleh Nabi SAW:
خَيْرُ
النَّاسِ
أَنْفَعُهُمْ
لِلنَّاسِ
“
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain
.”
D.
HIKMAH
Dari hadits
خَيْرُ
النَّاسِ
أَنْفَعُهُمْ
لِلنَّاسِ
disini dapat diambil hikmah dari cerita seekor lebah
Permisalan umum yang sering diungkapkan adalah “hiduplah bagai seekor lebah, jangan seperti lalat.”
Seekor lebah dia hidup selalu dari yang indah/bersih, dia hinggap di tangkai bunga tanpa mematahkannya, dia mengeluarkan sesuatu dzat yang sangat berguna atau menyehatkan yaitu madu. Sedangkan lalat, dia hidup selalu di lingkungan yang kotor, memberikan atau menyebarkan penyakit ke mana-mana.
Kalau kita coba menginstrospeksi diri kita, maka lihatlah keluarga kita, tetangga kita, saudara, kerabat, dan umat secara keseluruhan. Apakah mereka semua merasa senang ketika kita ada atau malah sebaliknya ? Secara filosofis keberadaan kita itu harus berimbas kemaslahatan buat yang lain bukan hanya sekedar diri kita saja.
Dari uraian di atas, kita harus bertekad untuk menjadi manusia yang terbaik (khairunnaas) versi Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal itu akan terasa bahagia dunia dan akhirat, tidak hanya bahagia dunia saja seperti halnya penghargaan antar manusia (award-award) dunia. Kata kuncinya adalah memberi manfaat bagi sesama.
Melalui pohon ini, aku jadi teringat sabda Rasulullah SAW yang artinya,
“Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
( Diriwayatkan Ath-Thabrani dari Jabir ra.)
Bercermin dari cerita pohon tersebut, timbul pertanyaan,
Bagaimana dengan kita? Apakah hidup kita sudah memberikan manfaat bagi orang lain?
Sebagai manusia seharusnya kita harus memberikan manfaat bagi orang lain, tentunya dalam hal kebaikan. Sewaktu kita kecil, remaja, dewasa, tua, dan kembali ke tanah lagi, hidup kita seharusnya bermanfaat bagi orang lain seperti kisah seekor lebah tadi.
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang diciptakan Allah. Tidak ada makhluknya yang lebih mulia dari manusia. Manusia mempunyai tangan yang dapat kita gunakan untuk bersedekah, bersalaman, dll. Manusia mempunyai mata untuk melihat sekelilingnya, melihat bila ada orang yang kesusahan sehingga kita bisa membantunya. Manusia mempunyai telinga yang bisa digunakan untuk mendengar sehingga bila ada yang meminta tolong sehingga kita bisa membantunya. Begitu pula dengan organ tubuh lainnya. Sementara itu, lebah yang tidak mempunyai itu semua dapat memberikan manfaat. Tetapi, mengapa manusia terkadang masih kalah dalam memberikan manfaat dari sebuah lebah?
Semoga itu dapat menjadi renungan bagi kita bersama. Mudah-mudahan hidup kita bisa bermanfaat bagi orang lain.
D.
KESIMPULAN
1.
Apabila seorang mukmin tidak memberikan manfaat, berarti kebaikannya tidak menjalar kepada orang lain.
2.
Barang siapa yang boleh memberi manfaat kepada saudaranya maka hendaklah ia melakukannya.
3.
Segera memberikan manfaat sebelum diminta.
4.
Memanfaatkan semua kesempatan untuk menyampaikan kebaikan (berdakwah dan menyampaikan pesan Islam).
5.
Manfaat yang paling wajib adalah untuk kaum kerabat.
6.
Barangsiapa yang tidak mampu memberikan manfaat, maka hendaklah ia bersungguh-sungguh untuk tidak membahayakan orang lain.
7.
Manfaat yang paling tinggi adalah jihad dan yang terendah adalah ‘uzlah.
8.
Perlu tingkatkan lagi usaha berdakwah, dengan menyebarkan kata-kata nasehat dan peringatan.
9.
Gunakan segala kemampuan yang Allah kurniakan untuk Agama Allah dan dalam membantu perkembangan dakwah.
10.
Manfaat menjadi dengan memberikan dukungan dengan harta dan kekuasaan (infaqkan untuk Islam).
11.
Di antara karekteristik seorang mukmin adalah: kebaikannya saja yang selalu terus dirasakan dan banyak manfaatnya.
hadis tentang yang terbaik adalah manusia Yang bermanfaat
Postingan Lama
Beranda
Langganan:
Komentar (Atom)